Pengantar Penilaian Autentik dalam Pembelajaran Kimia
A. Penilaian Autentik
Penilaian
sebagai upaya sistematik dan sistemik dilakukan melalui pengumpulan data atau
informasi yang valid dan reliable untuk diolah sebagai dasar pertimbangan dalam
pengambilan keputusan suatu program pendidikan (Sani, 2016). Pengambilan
keputusan dalam hal ini salah satunya adalah penentuan hasil belajar mahasiswa
dalam penguasaan kompetensi tertentu. Hasil penilaian dapat membantu mahasiswa
untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahannya, serta membantu guru dalam
menilai efektifitas strategi pembelajaran yang digunakan. Penilaian merupakan
serangkaian proses pengumpulan data yang menunjukkan perkembangan belajar peserta
didik (Kumano, 2001). Informasi hasil belajar yang diperoleh dari penilaian dapat
digunakan sebagai umpan balik terhadap kegiatan pembelajaran. Pada hakikatnya,
kegiatan penilaian dilakukan tidak semata-mata untuk menilai hasil belajar
siswa saja, melainkan juga berbagai faktor yang lain, antara lain kegiatan
pengajaran yang dilakukan itu sendiri (Nurgiyantoro, 2001). Penilaian dibedakan
menjadi penilaian tradisional dan penilaian autentik. Penilaian tradisional
pada umumnya hanya membutuhkan respon peserta didik atas pertanyaan yang
diajukan, jawaban atas pertanyaan telah distrukturisasi oleh guru, dan peserta
didik diharapkan menjawab sesuai dengan struktur tersebut (Sani, 2016).
Sedangkan penilaian auntentik adalah sebuah bentuk penilaian dengan meminta
peserta didik untuk menunjukkan tugas “dunia nyata” yang mendemonstrasikan
aplikasi yang bermakna dari pengetahuan dan keterampilan (Mueller, 2008 dan
Palm, 2008), serta sikap, yang mereka butuhkan untuk digunakan di dalam
kehidupan profesional (Ariev, 2005; Gulikers, Bastiaens, & Kirschner, 2004;
Lombardi, 2008).
Penilaian
autentik melibatkan berbagai bentuk pengukuran kinerja yang mencerminkan
belajar, prestasi, motivasi, dan sikap siswa pada kegiatan yang relevan dengan
pembelajaran (O’Malley dan Pierce, 1996). Dengan penilaian autentik, peserta didik
dilibatkan dalam tugas-tugas autentik yang bermanfaat, penting, dan bermakna
(Hart, 1994). Tugas yang diberikan dapat berupa replika atau analogi dari
permasalahan yang dihadapi oleh orang dewasa atau profesional dalam bidangnya.
Seperangkat tugas yang mencerminkan prioritas dan tantangan yang ditemukan
dalam aktifitas-aktifitas pembelajaran: melakukan penelitian, menulis, merevisi
dan membahas artikel, memberikan analisa oral terhadap peristiwa politik
terbaru; berkolaborasi dengan siswa lain melalui debat, dan seterusnya.
Singkatnya, penilaian autentik meminta siswa untuk mendemonstrasikan
keterampilan atau prosedur dalam konteks dunia nyata (Johnson & Johnson,
2002).
Beberapa
karakteristik penilaian autentik antara lain;
1)
Berpusat pada peserta didik
2)
Merupakan bagian terintegrasi dari pembelajaran
3)
Bersifat kontekstual dan bergantung pada
konten pembelajaran
4)
Merefleksikan kompleksitas belajar
5)
Menggunakan metode/prosedur yang
bervariasi
6)
Menginformasikan cara pembelajaran atau
program pengembangan yang seharusnya dilakukan
7)
Bersifat kualitatif (Sani, 2016).
Penilaian
autentik sebagai suatu penilaian belajar yang merujuk pada situasi atau konteks
dunia “nyata” memerlukan berbagai macam pendekatan untuk memecahkan masalah
yang memberikan kemungkinan bahwa satu masalah dapat mempunyai lebih dari satu macam
pemecahan. Dengan kata lain, penilaian autentik memonitor dan mengukur
kemampuan siswa dalam bermacam-macam kemungkinan pemecahan masalah yang
dihadapi dalam situasi atau konteks dunia nyata. Dalam suatu proses pembelajaran
nyata, penilaian autentik mengukur, memonitor dan menilai semua aspek hasil
belajar (yang tercakup dalam domain kognitif, afektif, dan psikomotor), baik
yang tampak sebagai hasil akhir dari suatu proses pembelajaran, maupun berupa perubahan
dan perkembangan aktifitas, dan perolehan belajar selama proses pembelajaran
didalam kelas maupun diluar kelas (Muller, 2008).
Penerapan
penilaian autentik dalam pendidikan merupakan aspek yang sangat penting.
Penilaian berfungsi untuk membantu dalam menyebarkan peserta didik menjadi
kelompok, meningkatkan metode pembelajaran, mengukur kesiapan peserta didik
(sikap, mental, dan material), dan memberikan bimbingan kepada peserta didik
dalam meningkatkan kompetensinya (Gronlund & Linn, 1990), memberikan
informasi yang dapat membantu pendidik dalam melaksanakan pendidikan yang lebih
baik (Reynold, Livingstone, & Wilson, 2010), dan dalam membuat keputusan
mengenai keberlanjutan studi dan evaluasi program pembelajaran (Johnson, Penny,
& Gordon, 2009).
B.
Ciri-ciri Penilaian Autentik
Ciri-ciri
Penilaian Autentik Penilaian hasil belajar peserta didik merupakan sesuatu yang
sangat penting dan strategis dalam kegiatan belajar mengajar. Penilaian
tersebut harus dilakukan secara berkesinambungan atau berkelanjutan untuk
memantau proses dan kemajuan belajar peserta didik serta untuk meningkatkan
efektifitas pembelajaran. Dengan penilaian hasil belajar yang baik akan
memberikan informasi yang bermanfaat dalam perbaikan kualitas proses belajar
mengajar. Berikut ciri-ciri penilaian autentik adalah:
1.
Harus mengukur semua aspek pembelajaran
yakni kinerja dan hasil atau produk.
2.
Dilaksanakan selama dan sesudah proses
pembelajaran berlangsung
3.
Menggunakan berbagai cara dan sumber
4.
Tes hanya salah satu alat pengumpul data
penilaian
5.
Tugas-tugas yang diberikan kepada
peserta didik mencerminkan bagian- bagian kehidupan peserta didik yang nyata
setiap hari, mereka harus dapat menceritakan pengalaman atau kegiatan yang
mereka lakukan setiap hari
6.
Penilaian harus menekankan kedalam
pengetahuan dan keahlian peserta didik, bukan keluasannya (kuantitas) (Anonym,
2015).
Penilaian
autentik merupakan ciri khas kuriulum 2013. Pelaksanaannya mengukur masukan
(input), proses,dan keluaran (output) pembelajaran (Permendikbud, 81a 2013).
Melaksanakan penilaian autentik, seperti yang dijelaskan dalam paduan penilaian
proses dan hasil belajar dari Direktorat PSMA menyatakan bahwa dalam
melaksanakan penilaian autentik guru hendaknya memperhatikan tujuh kriteria
berikut:
1.
Dilakukan secara menyeleuruh untuk
menilai masukan, proses, dan keluaran pembelajaran.
2.
Terpadu dengan pembelajaran.
3.
Menilai kesiapan, proses, dan haslil
blajar peserta didik secara utuh.
4.
Meliputi ranah sikap, keterampilan, dan
pengetahuan.
5.
Relevan dengan pendekatan ilmiah dalam
pembelajaran
6.
Tidak hanya mengukur yang siswa ketahui,
tetapi mengukur yang peserta didik lakukan.
C. Jenis-Jenis
Penilaian Autentik
Kunandar
(2013:36) mengemukakan bahwa “kurikulum 2013 mempertegas adanya pergeseran
dalam melakukan penilaian, yakni dari penilaian melalui tes (berdasarkan hasil
saja), menuju penilaian autentik (mengukur sikap, keterampilan, dan pengetahuan
berdasarkan proses dan hasil)”. Penilaian ini mampu menggambarkan peningkatan
hasil belajar peserta didik, baik dalam rangka mengobservasi, menalar, mencoba,
dan membangun jejaring. Penilaian autentik dilakukan oleh guru dalam bentuk
penilaian kelas melalui penilaian kinerja, portofolio, produk, projek,
tertulis, dan penilaian diri (Lindayani, 2014).
Berdasarkan yang
sudah disebutkan di atas, terdapat 4 (empat) jenis penilaian autentik, yaitu:
1.
Penilaian Kinerja yakni penilaian
autentik sebisa mungkin melibatkan parsisipasi peserta didik, khususnya dalam
proses dan aspek-aspek yang akan dinilai. Guru dapat melakukannya dengan
meminta para peserta didik menyebutkan unsur-unsur proyek/tugas yang akan
mereka gunakan untuk menentukan kriteria penyelesaiannya. Berikut ini cara
merekam hasil penilaian berbasis penyelesaiannya. a) Daftar cek (checklist) b)
Catatan anekdot/narasi (anecdolttal/narative records) c) Skala penilaian
(rating scale) d) Memori atau ingatan (memory approach)
2.
Penilaian Proyek (project assessment)
merupakan kegiatan penilaian terhadap tugas yang harus diselesaikan oleh
peserta didik menurut periode/waktu tertentu. Penyelesaian tugas dimaksud
berupa investigasi yang dilakukan oleh peserta didik, mulai dari perencanaan,
pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan, analisis, dan penyajian data.
Berikut tiga hal yang perlu diperhatikan guru dalam penilaian proyek: a)
Keterampilan peserta didik dalam meilih topik, mencari dan mengumpulkan data,
mengolah dan menganalisis, memberi makna atas informasi yang diperoleh, dan
menulis laporan. b) Kesesuaian atau relevansi materi pembelajaran dengan
pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang dibutuhkan oleh peserta
didik. c) Keaslian sebuah proyek pembelajaran yang dikerjakan atau dihasilkan
oleh peserta didik.
3.
Penilaian Portofolio merupakan penilaian
berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang menunjukkan
perkembangan kemampuan peserta didik dalam satu periode tertentu. Informasi
tersebut dapat berupa karya peserta didik dari proses pembelajaran yang
dianggap terbaik oleh peserta didik, hasil tes (bukan nilai) atau bentuk
informasi lain yang terkait dengan kompetensi tertentu dalam satu mata
pelajaran (Baskoro & Wihaskoro, 2016). Pada dasarnya penilaian portofolio
itu melihat karya-karya peserta didik dalam suatu periode (perminggu, perbulan,
persemester, dan sebagainya) untuk kemudian dinilai oleh guru dan peserta didik
itu sendiri. Kemudian hal tersebut akan dijadikan sebagai informasi yang
menunjukkan kemajuan siswa setelah mengikuti pembelajaran, dan akan dijadikan
sebagai tolak ukur untuk perkembangan siswa kedepannya. Ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam menentukan objek penilaian dalam menggunakan penilaian
portofolio (Baskoro & Wihaskoro, 2016), diantaranya adalah: a) Karya siswa
adalah karya peserta didik sendiri. b) Saling percaya antara guru dan peserta
didik. c) Kerahasiaan bersama antara guru dan peserta didik. d) Milik bersama
(joint ownership) antara peserta didik dan guru. e) Kepuasan f) Kesesuaian g)
Penilaian proses dan hasil h) Penilaian dan pembelajaran
4.
Penilaian Tertulis berbentuk uraian atau
esai menuntut peserta didik mampu mengingat, memahami, mengorganisaasikan,
menerapkan, menganalisis, mengsintesis, mengevaluasi, dan sebagainya atas
materi yang sudah dipelajari. Tes tertulis berbentuk uraian sebisa mungkin
bersifat komprehensif, sehingga mampu menggambarkan ranah sikap, pengetahuan,
dan keterampilan peserta didik.
5.
Penilaian kompetensi sikap Pendidik
melakukan penilaian kompetensi sikap melalui observasi, penilaian diri (self
assessment), penilaian “teman sejawat” (peer evaluation) oleh peserta didik dan
jurnal. Instrumen yangg digunakan untukk observasi, penilaian diri, dan
penilaian antarpeserta didik ialah daftar cek atau skala penilaian (rating
scale) yang disertai rubrik, sedangkan pada jurnal berupa catatan pendidik.
6.
Penilaian Diri merupakan teknik
penilaian dengaan cara meminta peserta didik untukk mengemukakan kelebihan dan
kekurangan dirinya dalam konteks pencapaian kompetensi. Instrument yangg
digunakan berupa lembar penilaian diri. Penggunaan teknik ini dapattt memberi
dampak positif terhadap perkembangan kepribadian seseorang.
Permasalahan :
Penilaian
autentik sangatlah erat hubungannya dengan Kurikulum 2013, karena dalam
Kurikulum 2013 menuntut pendidik untuk menilai siswa atau peserta didiknya
berdasarkan tiga ranah yaitu ranah kognitif (pengetahuan), ranah afektif
(sikap), dan psikomotorik (keterampilan). Namun pada kenyataannya, di lapangan
masih banyak terdapat penilaian yang tidak sesuai dengan yang sebenarnya,
bagaimana cara kita sebagai guru untuk menyikapi hal tersebut?
Saya ingin menanggapi permasalahan saudara bahwa dalam hal ini tentu guru sebagai faktor utama dalam keberhasilan suatu pembelajaran harus memahami prinsip-prinsip yang berlaku yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Apabila hal ini tidak segera diatasi maka akan memperburuk kualitas penilaian yang dilakukan oleh guru. Sejalan dengan permasalahan tersebut bahwa penilaian kelas yang dilakukan oleh guru akan berkualitas jika: (1) tujuan penilaian jelas, (2) target penilaian jelas, (3) rancangan penilaian tepat dan (4) laporan penilaian tepat isi dan tepat sasaran.
BalasHapusUntuk itu, guna ketercapaian penerapan Kurikulum 2013 termasuk penerapan penilaian autentik, guru sebagai faktor utama yang berperan langsung bagi keberhasilan pembelajaran yang harus dicapai siswa harus memiliki sejumlah kemampuan yang harus dimiliki. Karena sebagus apapun pemerintah membuat sebuah kebijakan kurikulum jika sumber daya manusia nya tidak dapat
memahaminya maka hal itu akan sia-sia.